Langsung ke konten utama

SEPINYA DEKLARASI BUNKRI KARENA MASYARAKAT TAHU SIAPA DIBELAKANG ACARA

ANNASINDONESIA.COM - - Sebagian masyarakat Kota Bandung sempat dibuat tanda tanya pasalnya di penghujung Oktober lalu ada sebuah acara yang bertema deklarasi “Bandung Untuk NKRI” (BUNKRI) di Stadion Siliwangi, Ahad (30/11). Beberapa kalangan juga menilai acara tersebut tak jelas maksud dan tujuannya serta siapa penyelenggaranya atau inisiator dibelakangnya.

Seperti dikutip dari berbagai media, meski dalam sambutannya Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan hajat pemerintah pusat yang akan berkelanjutan diberbagai kota berikutnya, namun tak sedikit yang masih meragukan pengakuan tersebut. Pasalnya jika dilihat dari susunan kepanitiaan hanya Priana Wirasaputra saja yang dari unsur Pemerintah yang jadi Ketum BUNKRI.

Begitu pun saat pelaksanaan dimana hanya segelintir pejabat saja yang nampak hadir. Sementara jajaran Muspida Kota Bandung maupun Pemprov Jabar tak nampak di jajaran tamu undungan di podium VIP. Sebelumnya pihak panitia menginformasikan acara akan dihadiri Presiden Joko Widodo dengan mengundang  50.000 peserta. Namun menurut informasi jangankan Presiden untuk level Gubernur saja tak tampak hadir bahkan peserta juga tak menyampai setengahnya.  Sedikitnya peserta yang hadir setidaknya mengindikasikan gagalnya acara tersebut.

Menanggapi hal ini menurut pengamat dan pakar hukum dari Universitas Parahyangan (Unpar) Prof.Dr. Asep Warlan Yusuf menilai setidaknya ada tiga kelemahan dalam pelaksanaan deklarasi BUNKRI tersebut.

Pertama, waktu (timing) yang tepat. Hal ini berkenaan dengan jarak antara acara BUNKRI dengan Aksi Damai Bela Islam pada 4 Nopember yang mampu menghadirkan jutaan massa dari berbagai daerah di Indonesia.

“Karena acara BUNKRI berdekatan maka ini seperti pengalihan isu nasional dimana ada kesan seolah-olah yang melakukan demo membela agamanya sebagai orang atau kelompok anti NKRI. Jika demikian maka pelaksanaan BUNKRI justru menjadi kontra produktif,”jelasnya kepada ANNAS Media.

Kedua, peserta yang tidak mencerminkan mayoritas masyarakat. Deklarasi BUNKRI tersebut juga tidak bisa diklaim sebagai cerminan masyarakat secara keseluruhan sehingga tidak bisa diklaim juga bahwa peserta yang hadir sebagai tulen cinta NKRI sementara yang tidak hadir dianggap anti NKRI.

“Saya pikir substansi tidak pas, apakah di Bandung khususnya dan Jabar umumnya ada indikasi bahwa masyarakat sudah tidak lagi cinta NKRI?. Saya kira dan masyarakat juga tahu tidak ada riak-riak warga  Bandung mau memisahkan dari NKRI. Hal ini berbeda jika deklarasi tersebut dilakukan di Papua yang ada OPMnya atau di Maluku yang gaung RMSnya masih ada,”imbuhnya.

Ketiga, siapa sponsor atau orang dibalik deklarasi BUNKRI tersebut. Hal ini penting untuk diketahui publik apakah acara betul arahan dari Pemerintah Pusat atau inisiatif masyarakat mengingat dari sisi finansial pastinya menggunakan biaya yang tidak sedikit sementara penggunaan dana pemerintah sudah diatur Undang-undang dan harus sesuai dengan alokasinya yang disetujui DPR atau DPRD.

“Ini juga menjadi penting untuk diketahui publik karena setiap dana yang dikeluarkan oleh pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Sementara kalau ditanggung oleh swasta dalam hal ini masyarakat maka masyarakat juga berhak tahu siapa mereka ini,”jelasnya.

Diera keterbukaan sekarang ini setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau pejabat atas nama kepentingan publik maka publik juga berhak mengetahuinya termasuk penggunaan anggarannya.

Untuk itu Prof. Asep Warlan menyarankan kepada Pemkot Bandung khususnya Walikota agar lebih berhati-hati dalam setiap penyelenggaraan acara yang melibatkan publik. Jangan sampai ditunggangi kelompok tertentu yang mempunyai agenda tidak sesuai dengan acaranya sendiri.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) KH.Athian Ali M.Dai MA. Menurutnya acara deklarasi BUNKRI akhir Oktober tersebut nampak tidak mencerminkan atau mewakili semua elemen masyarakat Bandung.

“Kita yakin bahwa masyarakat Islam Kota Bandung sangat cinta dan mendukung NKRI. Saya juga mendengar dan mendapat informasi bahwa ormas-ormas Islam tidak terlibat bahkan MUI yang merupakan cerminan ummat tidak hadir, tidak diundang dan tidak dilibatkan. Jadi apa ini?,”tanyanya.

Ia menambahkan bahwa saat ini masyakarakat khususnya Ummat Islam sudah sangat cerdas untuk menilai sebuah kegiatan yang melibatkan massa. Hal ini menurut KH. Athian salah satunya antusiasnya masyarakat yang mempertanyakan acara tersebut.

“Masyarakat bukan sekedar bertanya tetapi sudah mempertanyakan siapa orang-orang dibalik acara tersebut. Bahkan kemudian karena mempunyai informasi valid akhirnya masyarakat sendiri yang melakukan ajakan kepada yang lain untuk tidak menghadiri acara tersebut,”jelasnya.

Namun menurut KH.Athian masyarakat yang “memboikot” deklarasi BUNKRI jangan ditafsirkan bahwa yang tidak hadir kemudian dicap sebagai kelompok yang anti NKRI. Masyarakat, sambung KH.Athian, sudah tahu siapa dibelakang acara tersebut dan apa agendanya.

“Informasi dilapangan  yang saya dapatkan juga menyebutkan ada kelompok yang selama ini bermasalah dengan Ummat Islam karena pemahaman dan aktivitasnya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti yang beredar di media sosial,”sambungnya.

Untuk itu KH. Athian berharap adanya keterbukaan sehingga tidak ada pengulangan acara serupa dikemudian hari. KH. Athian juga menegaskan bahwa jika masalah NKRI maka Ummat Islam lah yang paling depan mempertahan dan menjaga keutuhannya.

“Sementara kelompok-kelompok tersebut justru menginduk kepada Negara asalnya sehingga sikap nasionalismenya justru kita pertanyakan. Sejarah mengakui bahkan ditulis dengan tinta emas bahwa kemerdekaan Indonesia itu direbut dengan tetesan darah dan nyawa jutaan Ummat Islam terdahulu. Jadi argument aneh jika Ummat Islam yang cinta tanah air ini dianggap anti NKRI,”tegasnya. [ ]

Dikutip dari             : ANNAS Media

Penulis                   : Abu Musthafa

Jika artikel ini bermanfaat, silahkan share.  Lets change the world together saudaraku !...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kronologi Pengangkatan Jenazah Pahlawan Revolusi dari Lubang Buaya

Mengangkat jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di Lubang Buaya bukan perkara gampang. Kondisi sumur yang dalam dan mayat yang mulai membusuk, membuat evakuasi sulit dilakukan. Tapi para prajurit Kompi Intai Amfibi Korps Komando Angkatan Laut (KIPAM KKO-AL), tak mau menyerah. Sebenarnya jenazah sudah ditemukan sejak sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal 3 Oktober 1965, atas bantuan polisi Sukitman dan masyarakat sekitar. Peleton I RPKAD yang dipimpin Letnan Sintong Panjaitan segera melakukan penggalian. Tapi mereka tak mampu mengangkat jenazah karena bau yang menyengat. Pasukan KKO bersiap masuk ke sumur dengan menggunakan peralatan selam dan masker Jenderal Soeharto pun memerintahkan kepada pasukan evakuasi bahwa penggalian dihentikan pada malam hari. Maka penggalian pun ditunda dan penggalian akan kembali dilanjutkan keesokan harinya. Dalam buku Sintong Panjaitan,  "Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando"  yang ditulis wartawan senior Hendro Subroto, diluk

foto-Foto Penemuan Kuburan Raja Namrudz Di Iraq

Penemuan kuburan Raja Namrud dan istri istrinya di Karkuk-Iraq utara. Di taksir jumlah harga emas dan permatanya $300jt.

Celoteh Kang Dicky Zainal Arifin Tentang Orang-Orang Bali Pemalas, Tentang Kitab Kuning Dan Tentang Sholat Memejamkan Mata

Alhamdulillah, saya mendapatkan kiriman rekaman Open Dialog Kang Dicky (Red: Disingkat KD) di UPI tanggal 16 Mei 2010 melalui salah satu informan yang tentunya juga dari murid Hikmatul Iman yang ketika memberikan link rekaman ini masih aktif jadi anggota HI. Kelihatannya sudah banyak yang mau bertaubat, setelah menyaksikan dialog saya dengan KD di Klinik UP2U beberapa waktu yang lalu Alhamdulillah.   Durasi rekaman 1 jam 52 menit 49 detik. Tema Open dialog KD menyoroti masalah Sistem Ujian Nasional. Namun, isi ceramah KD dipenuhi dengan celaan dan hinaan untuk Pemerintah, Suku Bali, Alim Ulama, kitab-kitab ulama, ruqyah, dan lain-lain. Kelihatan sekali KD mem- brain wash  (mencuci otak) murid-murid HI hingga taqlid buta terhadap KD dan tidak lagi percaya pada alim ulama, kitab-kitab ulama, juga ruqyah syar’iyyah. Akhirnya, apa pun yang dikatakan KD akan diakui sebagai kebenaran sejati. KD : Berapa coba di Bali (murid-murid yang tidak lulus ujian nasional)? Karena di B