Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Kehancuran Islam Masa Lalu Semoga Menjadi Pelajaran

"Dan masa kejayaan dan kehancuran itu, Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran; dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada".   (Ali Imran : 140 ) Saat itu Baghdad kalut, penuh prahara dan ancaman dari seluruh penjuru mata angin. Pasukan Mongol yang kabarnya ganas dan ulung menunggang kuda sejenak lagi sampai di pintu-pintu Baghdad, bersiap melahap segala yang ada; membunuh yang hidup, merobohkan yang tegak, membakar yang utuh, dan menghancurkan bukan sekedar orang Arab, mereka berniat melenyapkan peradaban! Khalifah Abbasiyah terakhir itu, Al-Musta’shim namanya, dalam ketegangan yang menjadi-jadi itu, dia malah asyik masyuk dengan selir-selirnya, menari bersama tanpa ingat Hulagu Khan sang jenderal Mongol sudah berada di batas wilayah Abbasiyah berbekal pedang, siap melumatkan seluruh kota. “Ia orang yang sangat menggemari hiburan”, tutur

Uang Koin 1952 Dengan Huruf Arab Diatas Garuda

Coba perhatikan apa yang menarik dari koin Indonesia 25 sen tahun 1952 yang saya temukan di Damaskus ini? Bagi saya, koin ini menyibak banyak hal dari masa lalu. Selain karena ukuran dan materialnya sangat mirip dengan koin Rp. 500 “bunga melati” tahun 2003, yang paling menarik dari koin ini adalah penggunaan aksara Arab pada koin Indonesia. Ternyata Indonesia pernah mencetak koin dengan tulisan Arab, yakni 1 sen (1952), 5 sen (1951—1954), 10 sen (1951—1954), dan 25 sen (1952). Setelah itu aksara Arab dalam mata uang Indonesia lenyap dan digantikan seluruhnya dengan huruf latin. “Mengapa Indonesia menggunakan aksara Arab?” si penjual koin malah bertanya ke saya. “Hmmm… mungkin karena sebagian besar rakyat Indonesia saat itu lebih familiar dengan tulisan Arab,” jawab saya sekenanya, tapi malah jawaban itu balik menyerang saya dengan lebih banyak pertanyaan dalam kepala. Sejak lama kita selalu dijejali data bahwa pada masa awal kemerdekaan, tingkat buta huruf di Indonesia men